Anggota DPRD Komisi 3 Provinsi Banten, Ade Hidayat, pertanyakan statemen Gubernur Banten, Wahidin Halim, yang menyatakan Bank Banten Akan Mati.
“Bank Banten tidak sehat itu iya, namun sya mempertanyakan soal sikap Gubernur Banten yang mengatakan Bank Banten akan mati. Apa maksudnya?. Gubernur harus menjelaskan itu kepada rakyat Banten”. Kata Ade Hidayat.
Hal ini sebagaimana kata Ade Hidayat, Dalam Dialog Virtual yang digelar oleh Klik TV, dengan tema “Carut Marut Bank Banten” pada Senin, (11/05/2020). Hadir sebagai nara sumber Ade Hidayat (Anggota DPRD Komisi 3 Provinsi Banten), Rudi Gani, (Tangsel Institute), dengan Host Kliktv Mheky Polanda.
Dalam paparannya, Ade Hidayat, Anggota DPRD Provinsi Banten, mengakui bahwa saat ini Bank Banten sedang tidak sehat. Disamping kekurangan modal, juga adanya persoalan lain yang harus dicermati.
Meski demikian ia mengatakan bahwa upaya penyehatan Bank Banten tetap harus dilakukan.
“Proses penyehatan Bank Banten tidak boleh berhenti, langkah merger, atau penyertaan modal bisa ditempuh untuk penyehatan.
Bank Banten sendiri saat ini ada dibawah PT Banten Global Devoplement (BGD) sebagai pengendali, dan Pemprov Banten sebagai pemegang saham mayoritas setelah sebelumnya Pemprov Banten telah mengucurkan Dana total sebesar 600 Miliar kepada PT BGD, untuk proses pendirian Bank Banten.
Dari total seharusnya sebesar kurang lebih 900 milyar sesuai angka kesepakatan nilai yang harus dikucurkan oleh pemprov Banten ke PT BGD.
Lebih lanjut, menurut Ade, upaya penyehatab sebenarnya sudah dirapatkan dan disepakati antara DPRD dengan Pemprov, yang dilakukan secara bertahap.
“Upaya untuk menyehatkan datang pada tahun 2018, dimana Pemprov Banten seharusnya mencairkan dana sekitar 175 miliar, namun tidak kunjung dicairkan. kemudia 2019 seharusnya ada penyertaan modal dari Pemprov senilai 131 Miliar gak juga dicairkan, padahal kan ini amanat Perda APBD 2018-2019,” tutur Ade,
Upaya selanjutnya adalah memisahkan Bank Banten dari PT BGD. Sebagai pemegang saham pengedali, namun Pemprov masih kurang 200 milyar lagi untuk Wahidin Halim, Gubernur Banten menjadi Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT).
Menurut Ade, saat ini PT BGD sendiri tidak dalam keadaan sehat, bahkan justru Bank Banten harus dibebani biaya besar untuk PT BGD.
Bagaimana akan mengurusi bisnis perbankan Bank Banten jika ia sendiri tidak sehat, Tanya Ade Hidayat.
Jika perlu Gubernur harus mengambil langkah preventif untuk menyehatkan BGD, tambah Bang Ahi sapaan akrab Ade Hidayat.
Ia juga mendorong Gubernur segera melakukan penyehatan BGD, jika Gubernur serius ingin menyehatkan Bank Banten.
Terkait statemen matinya Bank Banten, ia meminta Gubernur Banten untuk memberikan penjelasan terkait kenapa harus mematikan Bank Banten.
“Jangan semua ini diputuskan dengan keadaaan yang grusak-grusuk” Terang Ade.
Hal senada disampaikan oleh Rudy Gani, Founder Tangsel Institute, yang mengatakan bahwa jika ingin melihat Bank Banten, harus dimulai dari hulu ke hilir.

Karena, hari ini Bank Banten masih dimiliki oleh BGD.
Rudi Gani menyinggung bahwa awal dari penyebutan Bank Banten tidak sehat muncul dimulai dari Gubernur itu sendiri.
“Yang pertama saya melihat adanya SK Gubernur No. 580, lalu kemudian ditambahkan dengan surat peminjaman uang sebesar 800 Miliar kepada Bank BJB”. Kata Rudy.
Rudy Gani juga menyinggung data di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mengatakan bahwa Bank Banten tidak sehat, kemudian OJK juga memberikan perintah kepada Bank BJB untuk menerima Merger yang akan dilakukan oleh Bank Banten.
“OJK telah mengeluarkan keputusan terkait perpindahan kas daerah dari Bank Banten kepada Bank BJB, itu tertanda adanya skema merger Bank Banten dengan Bank BJB” tegas Rudy.
Marger ini yang harus dikritisi bersama, juga sikap Gubernur tentunya.
Sebagai pemilik saham, Rudy juga betharap jangan sampai ada mufakat jahat pada persoalan penyehatan Bank Banten di tengah pandemi seperti ini.
“Jangan sampai adanya mufakat jahat di tengah pandemi seperti ini,” tutup Rudy.