Pajak e-Commerce  Penjaga Kedaulatan Ekonomi Dalam Negeri

  • Bagikan

Jakarta,- Pemerintah sangat cerdas dengan mengoptimalkan potensi ekstensifikasi pajak sekaligus mendesain level playing field yang sama, dengan memasukkan pajak e-commerce dalam Perppu Nomor 1 tahun 2020.

Perpu ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya PMK Nomor 48 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Sistem elektronik pada Tanggal 5 Mei 2020.

Dengan terbitnya aturan ini, e-commerce akan dikenakan PPN, termasuk Google, Facebook, Netflix, dll.

Ajib Hamdani, Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP HIPMI, menyatakan yang menjadi menarik selanjutnya adalah reaksi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang “kebakaran jenggot” dan Pemerintah Amerika akan menyelidiki rencana-rencana tersebut.

Perwakilan Dagang AS, Robert Lighthiser, bahkan berpendapat pemberlakuan pajak ini berpotensi meningkatkan ketegangan dagang antar negara.

“Sebuah reaksi yang aneh, tidak pada tempatnya dan cenderung reaktif. Karena prinsip dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada pertambahan nilai dari barang atau jasa yang dikenakan kepada konsumen”, kata Ajib.

Lanjut Ajib, Jadi penanggung akhir dari PPN adalah para pengguna jasa.

Sangat beda konteksnya dibandingkan dengan PPh.

Kalau PPh, maka yang dikenakan pajak adalah orang pribadi/badan yang mendapatkan keuntungan.

Konteks PMK Nomor 48 tahun 2020 ini mengatur atas Pajak PPN, mengatur atas pajak kepada pengguna jasa.

Di sisi lain, fungsi utama pajak, selain sebagai budgeteir -pengumpul dana buat negara-, adalah sebagai reguleren, sebagai fungsi pengatur.

Dalam konteks reguleren disini, pajak menjadi instrumen fiskal untuk membuat level playing field yang sama.

Produk dalam negeri, misalnya Maxstream nya Telkomsel ataupun MNC Vision nya MNC Group, juga dikenakan PPN atas layanan yang mereka berikan.

“Ketika Netflix dll dikenakan pajak PPN, maka justru disinilah terbangun keadilan dan keseimbangan yang sama dalam sektor jasa ini,” tutur Ajib, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum HIPMI Tax Center.

Pemerintah harus tegas dan konsisten menterjemahkan fungsi pajak sebagai instrumen pengatur, membuat keadilan dan menjaga kedaulatan ekonomi dalam negeri.

Tekanan dari pemerintah asing, termasuk Amerika Serikat, yang terkesan prematur dan tidak pada tempatnya, tidak perlu disikapi berlebihan.

Ibarat “biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu”. Tutup

  • Bagikan