Mengawali pekan ini, nilai tukar rupiah dibuka di angka Rp 14.465 per dolar AS. Atau menguat sekitar 58 poin (0,4 persen) di pasar spot dibanding perdagangan Jumat (3/7), yang hanya Rp 14.523 per dolar AS.
Pada pembukaan pagi kemarin, rupiah mengalami penguatan yang cukup tinggi dibanding beberapa mata uang di kawasan Asia lainnya, yang juga berada di zona hijau. Peso Filipina dan dolar Taiwan sama-sama menguat 0,21 persen, yuan Tiongkok 0,14 persen.
Kemudian, won Korea Selatan 0,13 persen, dolar Singapura 0,12 persen, ringgit Malaysia 0,11 persen, dan baht Thailand 0,01 persen. Penguatan paling tipis dialami dolar Hong Kong, sebesar 0,003 persen. Hanya yen Jepang, yang mengalami penurunan. Besarnya, 0,21 persen.
Berbagai sentimen baik dari dalam dan luar negeri, masih terus menghantui pergerakan rupiah. Yang paling nyata, adalah meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia. Belum lagi, ada kabar yang menyebut virus Covid-19 telah bermutasi.
Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) Adrian Panggabean mengungkap, rupiah juga menghadapi tekanan dari luar. Adrian merevisi nilai tukar rupiah terhadap dolar, dari rerata-tahunan Rp 15.625 menjadi Rp 14.550. Revisi itu dipengaruhi oleh perubahan pandangannya terhadap indeks dolar AS.
“Kami melihat, ada potensi pelemahan indeks dolar akibat masifnya intervensi bank sentral AS, yang berpotensi mendorong pelemahan dolar. Namun, belum berimbas banyak bagi rupiah,” ujarnya, Senin (6/7).
Pertimbangan penting lainnya adalah volume perdagangan global. Dalam prediksi di rilis April 2020, Adrian mendasarkan dinamika ekspor-impor yang mengasumsikan volume perdagangan dunia akan kembali ke level tahun 2016. Namun, perkembangan data terakhir mengindikasikan bahwa volume perdagangan global di 2020, akan mendekati level di tahun 2017.
“Di pasar aset, nampaknya kinerja aset obligasi negara akan tetap outperform aset saham. Hal ini lebih dipengaruhi oleh perubahan perilaku investor terkait kecenderungan belanja, menabung, dan risk appetite (kesediaan menerima risiko, Red),” pungkasnya.
Harga Emas
Di sisi lain, harga emas kembali menguat awal pekan ini karena kekhawatiran atas lonjakan kasus penularan virus Covid-19 di AS yang memukul optimisme tentang tanda-tanda pemulihan ekonomi. Hal itu mendorong investor untuk mencari investasi berisiko rendah seperti emas.
Mengutip laman Reuters, Senin (6/7), harga emas di pasar spot naik 0,1 persen menjadi USD 1.775,97 per ounce pada pukul 07.31 WIB. Sedangkan berjangka Amerika Serikat turun 0,2 persen menjadi USD 1.787,30 per ounce.
Seperti diketahui, dalam empat hari pertama bulan Juli saja, 15 negara bagian Amerika Serikat melaporkan rekor peningkatan kasus Covid-19, yang menginfeksi hampir 3 juta warga dan menewaskan sekitar 130 ribu jiwa. Lebih dari 11,35 juta orang dilaporkan terinfeksi virus korona di seluruh dunia sejauh ini.
Investasi emas juga diuntungkan dari suku bunga yang lebih rendah di seluruh dunia dan ukuran stimulus yang meluas dari bank sentral utama yang secara luas dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan penurunan nilai mata uang. Fokus investor bergeser ke data aktivitas sektor jasa Amerika Serikat untuk periode Juni yang akan dirilis awal pekan ini.
Indeks Institute for Supply Management untuk aktivitas non-manufaktur diperkirakan anaik menjadi 50,0 pada Juni dari 45,4 pada bulan sebelumnya, mengindikasikan aktivitas berhenti menyusut. Adapun harga logam lainnya, seperti palladium turun 0,3 persen menjadi USD 1.916,98 per ounce, sementara platinum naik 0,8 persen menjadi USD 806,30 per ounce, dan perak melemah 0,1 persen menjadi USD 18,02 per ounce.
Sementara, harga emas batangan Antam hari ini naik Rp 1.000 menjadi level Rp 931.000 per gram. Dan harga buyback atau pembelian kembali emas Antam hari ini naik Rp 1.000 level Rp 829.000 per gram.